Minggu, 10 Februari 2013

Menjadi Orang Tua (1)


Noraknya saat pertama menjadi Ibu

Berbekal segudang pengetahuan mengenai tumbuh kembang anak, saya mulai memasuki gerbang menjadi seorang ibu. Sempat menjadi pendidik kesehatan termasuk pendidikan ibu dan anak, dan terbiasa menyampaikannya kepada ibu-ibu lain, saya jadi makin pede menghadapi bayi saya nantinya. Tetapi teori tak selalu sejalan dengan praktek nyata.

Bayi pertama saya lahir dengan berat badan yang besar. Hampir empat kilogram. Saya harus rela menjalani persalinan caesar, setelah sebelumnya berjuang demi melahirkan secara spontan. Dari sini saja pupus sudah harapan saya ingin menjalani IMD ( Inisiasi Menyusui Dini), dimana teorinya sang bayi yang baru dilahirkan tanpa dibersihkan langsung diberikan ke pelukan ibunya dan dibiarkan meraih puting susu ibunya sendiri. Kabarnya proses ini bisa memakan waktu berjam-jam. Okelah, saya gagal IMD, toh saya masih bisa memberikan ASI ekslusif selama enam bulan kepada bayi saya, hanya ASI tanpa bantuan makanan atau minuman lainnya. Ternyata ini pun saya kecewa. Rumah sakit tanpa sepengetahuan saya memberikan bayi saya susu formula dari sponsor, alasannya karena bayi terlihat sangat kehausan, padahal teorinya bayi bahkan bisa bertahan tiga hari tanpa minum karena masih memiliki cadangan di tubuhnya. Bersyukur dengan penuh perjuangan, dengan sakit sisa operasi saya memaksakan diri ke kamar bayi setiap pagi demi memberikan ASI, anehnya sempat pula ditolak perawat karena saya datang terlalu pagi. Untungnya bayi saya tidak sempat terlalu mencintai dotnya, dan kembali menyukai makanan alaminya.

Dengan berat badan yang besar, bayi saya memang terlihat selalu kehausan, dan kabarnya bayi lelaki memang biasanya lebih " rakus" dibanding perempuan. Tak heran dalam sebulan kenaikan berat badannya hampir menyentuh angka dua kilogram. Entah karena bangga atau norak, kok sepertinya lama kelamaan saya terobsesi ya dengan masalah berat badan ini. Setiap habis menimbang bayi, saya selalu mengamati grafik pertumbuhannya, entah hitungan dari mana muncul di kepala saya, " jadi kalo sebulannya kira-kira BB naik rata-rata segini, berarti setahun bisa segini nih", pikir saya girang, sambil membayangkan montoknya ayis kalo setahun bisa mencapai berat 18 kg. Di bawah setahun,perkembangan Ayis memang termasuk cepat. Dua bulanan tengkurep, lima bulan duduk, enam bulan merangkak cepat, saya perkirakan dalam waktu tidak sampai setahun jangan-jangan dia sudah bisa lari.

Ternyata cukup sudah saya dilenakan dengan pertumbuhan yang cepat itu. Memasuki usia 6 bulan, dengan berbekal segala pengetahuan tentang MPASI saya mulai merancang makanan pendamping yang bergizi buat Ayis. Segala pure buah sampai bubur selalu saya usahakan buatan tangan saya sendiri. Menyenangkan ya? Tentu tidak! Tahap inilah saya harus menerima kenyataan bahwa bayi gendut ini tidak doyan makan! Semua makanan yang disodorkan berakhir dengan lepehan, atau bahkan sama sekali tidak bisa melewati bibirnya yang tertutup rapat. Saya stress! Berat badannya yang saat enam bulan itu sudah menyentuh angka 9 kg lebih, ternyata tidak kunjung naik signifikan selama bulan-bulan berikutnya. Anda ingat target saya saat Ayis setahun? Ya 18 kg, berapa berat badan ayis saat setahun? Tidak sampai menyentuh jarum 11 kg.

Perkembangan motoriknya juga tidak secepat saat masih di bawah 6 bulan. Akhirnya Ayis baru bisa berjalan saat berumur hampir 13 bulan.

Satu hal yang saya sadari dari perjalanan menjadi ibu sampai saat ini. Dulu jika dikenang lagi, saya termasuk ibu baru yang norak. Saya bangga punya bayi yang gemuk, bahkan suka membanding-bandingkannya dengan anak lain. Saya bangga perkembangannya cepat, terlihat lebih cepat dari yang lain. Tetapi saya segera disadarkan, bahwa tidak akan selamanya kita mengalami kondisi ideal. Sekarang sebagai seorang ibu, saya berusaha hati-hati mengomentari anak dari ibu lainnya. Saya tidak tahu perjuangannya. Cukuplah memberi komentar yang baik, tanpa membebani seorang ibu dengan komentar bernada nyinyir tentang anaknya, tentang pola asuhnya. Termasuk berhati-hati membanggakan anak-anak saya di depan ibu lainnya.

Anak saya bukan yang terlucu, terhebat, ataupun terbaik di dunia.Tetapi mereka anak teristimewa di hati saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar