Senin, 03 Mei 2010

Searching Asisten Rumah Tangga

Tak lama setelah mengetahui ada dua strip dari hasil testpackku alias hamil (lagi), mulailah searching asisten rumah tangga dimulai. Padahal pada hamil pertama, sebenarnya mertuaku yang praktis dan tidak pernah merasakan repotnya mengasuh anak tanpa bantuan seorang pembantu telah dengan baik hati menawarkan untuk mencarikan seorang pembantu yang akan membantuku mengasuh bayiku nanti. Dan dengan pede pula aku berkilah " Ga usah, Insya Allah bisa ngurus anak sendiri". Dan jadilah dari 3 bulan setelah pulang melahirkan dari Jambi diriku enjoy mengurus Mas Ayis sendiri, itupun merangkap pekerjaan rumah tangga lain.

Tapi jadi lain critanya kalo aku harus menghadapi Mas Ayis yang berumur 15 bulan (waktu itu) dan sedang aktif2nya bermain dan eksplorasi isi rumah dengan kondisiku yang hamil muda. Waduh jadi kasian sama Mas Ayis yang kadang jadi sasaran uminya yang lagi uring2an. Akhirnya diputuskanlah untuk mencari seorang asisten rumah tangga. Dan ternyata tidak semudah yang dibayangkan! searching yang dimulai dari 2 bulan kehamilan, kami baru dapat seorang asisten pada bulan kedelapan kehamilanku. Ya ampuuuuun kemana aja penduduk Jawa yang katanya hampir 100 juta itu?? apa pekerjaan seorang pembantu rumah tangga sudah tidak menarik lagi sehingga ga ada yang minat. Sudah berkali-kali ditawarin tetapi ada saja halangan yang membuat calon asisten tidak jadi bekerja. mulai dari suami yang ga memperbolehkan istrinya kerja jauh sampe sepupuku sendiri yang tidak ingin jauh dari ortunya di Jambi. Masalah ini ga jarang bikin aku sdikit banyak stress. Syukurnya kehamilanku ga terganggu sama sekali.

Dan inilah asisten rumah tanggaku yang pertama. Mbok Rebi namanya. Perawakannya gemuk, berkulit gelap dengan gaya bicara yang malu2. Mbok ini dikenalin sama langganan kateringku. Senangnya punya asisten, aku pun berusaha bikin dia betah di rumah dengan sering ngajak ngobrol. Suamiku juga berlaku demikian, bahkan dia lebih cerewet karena Mbok Rebi ini dari daerah Ngawi yang tak jauh dari kampung nya Abi di Madiun. Jadilah aku bengong sendiri kalo mereka berdua sedang ngobrol, wong aku ga ngerti kok.

Karena kerjaan yang tidak banyak dan luas rumah yang cuma secuil, jadilah si Mbok sering ga ada kerjaan, jadinya sering bobo siang, bagiku ga ada masalah slama kerjaannya beres. cuma Mas Ayis aja yang masih belum terbiasa sama si Mbok. Smua tak ada masalah. Hingga pada hari ke-5 kerja, sodaranya yang membawa dia ke Depok datang dan mengabarkan bahwa anaknya yang juga kerja di Jakarta ingin bicara melalui HP. Tak lama bicara di HP, si Mbok kemudian bilang kalo dia disuruh pulang oleh suaminya. Awal dateng sih, kami sempat nanya apakah suaminya membolehkan dia kerja. Waktu itu dia bilang suaminya mengizinkan. Lah kok sekarang malah nyuruh pulang?? alasannya suaminya ga betah ditinggal istrinya ...ohh so sweeeet. Memahami yang dirasakan suaminya akhirnya aku dan suamiku mengizinkan dia pulang, tentu saja dibekali upah sesuai hari kerja plus mukena kesayanganku yang dia minta untuk dibawa pulang. Nah hal terakhir inilah yang ternyata berhubungan dengan keputusannya mengundurkan diri bekerja dirumah kami.

Waktu pertama Si Mbok dateng, sudah masuk azan Zuhur, dengan spontan aku ngajak si Mbok sholat. " Mbok sholat dulu aja, bawa mukena ga?", dia jawab " Ga bawa Bu". Akhirnya kupinjamkanlah mukena kesayanganku hadiah pernikahan dari Ibu kontrakan. Aku selalu mengngatkannya untuk sholat setiap masuk waktu sholat. Malamnya, saat masuk ke kamar, aku melihat mukena masih sangat rapi seperti tidak pernah dipakai. Usut punya usut, ternyata si Mbok ini tidak pernah dan tidak bisa sholat. Saat kucritakan ini ke Abi, Abi menugaskanku untuk sholat bareng Mbok dan menjadi imam setiap sholat, setidaknya memberikan contoh gerakan solat bagi si Mbok. awalnya si Mbok menolak waktu kuajak sholat bareng, katanya dia pernah belajar sholat dan selalu sakit2an setelah belajar sholat. Tapi akhirnya dia mau juga. Dan kegiatan sholat berjamaah ini menjadi rutinitas setiap hari.

Setelah si Mbok tak bekerja lagi, Mbak Kiki yang memperkenalkanku dengan Si Mbok minta maap kalo si Mbok ternyata tidak betah. Ku bilang "Ga papa Mba, kalo emang suamiya ga boleh ya sudah", "Loh bukan ga boleh sama suaminya, Mba Ana, tapi katanya dia ga enak disuruh sholat terus sama Mba". Nah loh??? ternyata......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar